Lucu, Dedengkot FKM Tidak Dikenai Pasal “Makar”

Ambon, Laskarjihad.or.id (28/09/2001)
Kalangan Muslim mengaku kecewa dengan Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka Alex Manuputty, yang telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku. Pasalnya, dedengkot Front Kedaulatan Maluku (FKM) itu, hanya dikenai tuduhan melanggar pasal 46 UU No. 23/2000 dan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 1959 tentang Darurat Sipil, yakni tindak pidana melanggar larangan Penguasa Darurat Sipil (PDS) Daerah Maluku dengan ancaman satu tahun.

Seperti diketahui, dalam jumpa pers di ruang kerjanya, Selasa (25/9), Kapolda Maluku Brigjend Pol. Edi Darnadi mengatakan, BAP Alex Manuputty telah diserahkan secara lengkap ke Kejati dan tinggal menunggu waktu sidang. Kapolda mengakui, pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) yang telah dilakukan Alex Manuputty 25 April lalu, belum cukup dijadikan bukti, kalau yang bersangkutan telah melakukan tindakan makar.

Deklarator sekaligus anggota Tim Pengacara Muslim (TPM) Korwil Maluku, Nusyirwan, SH mengaku kecewa dengan pasal yang dikenakan terhadap Alex Manuputty. Menurutnya, apa yang telah dilakukan FKM dengan aksi pengibaran bendera RMS nyata-nyata merupakan tindakan makar yang bisa dikenai Pasal 106 dan 110 KUHP tentang kejahatan terhadap keamanan negara (makar) dengan ancaman seumur hidup.

Manuputyy, lanjutnya, juga bisa dikenakan pasal 154 KUHP yaitu menyebarkan rasa permusuhan dan menodai bendera kebangsaan serta lambang negara Republik Indonesia. "Perbuatan Alex bisa dikatakan sebagai upaya membentuk negara dalam negara," tandas Nursyirwan.

Walau pun pasal makar bisa disusulkan dalam proses peradilan berikutnya, tambahnya, tetapi semestinya pihak Polda lebih memprioritaskan untuk membidik pasal "makar" daripada "tindakan melawan hukum." Nusyirwan khawatir, pasal tindakan melawan hukum ini "diangkat" semata terkait dengan kegiatan gelap berkedok adat yang dilakukan FKM di Waisarisa, Kecamatan Kairatu, Kab. Maluku Tengah, beberapa waktu lalu.

"Setelah menyatakan FKM sebagai organisasi terlarang melalui Surat Keputusan No. 09A/ PDSDM/IV/2001 tanggal 17 April 2001 lalu, seharusnya PDS Daerah Maluku dan stafnya bisa bertindak tegas, yaitu dengan segera menangkap dan mengadili tokoh-tokohnya," tandas Nusyirwan.

Untuk itu dirinya mempertanyakan, mengapa setelah FKM membangkang lagi dengan surat PDSDM kedua bernomor 744/PDSDM/VIII/2001 tertanggal 28 Agustus 2001, barulah FKM dibidik dengan pasal melanggar larangan PDSDM, sementara kasus FKM pada pelanggaran yang pertama sudah cukup lama, dan berlalu tanpa proses hukum yang jelas.

Nusyirwan mengingatkan, agar organisasi terlarang semacam FKM tidak diberikan celah untuk hidup dan berkembang di Maluku. "Bahkan, kalau perlu, dua media cetak yang masih memberitakan aktivitas FKM, yakni Siwalima dan Suara Maluku dibredel," tandasnya.

Dalam negara hukum seperti Indonesia, ketegasan pemerintah daerah dalam penegakan supremasi hukum mutlak diperlukan. Sehingga dirinya menolak adanya pernyataan dan ajakan untuk melupakan masa lalu dan tidak saling menyalahkan. "Siapa yang bersalah dalam Tragedi Idul Fitri Berdarah 19 Januari 1999, harus diproses sesuai hukum," tegas Nusyirwan.

Ketika ditanyakan mengenai pergantian Kapolda Maluku, Nusyirwan mengatakan, proses mutasi dalam tubuh Polri adalah hal yang wajar. Namun jika dikaitkan dengan penyelesaian konflik Maluku, hal ini bisa jadi merupakan suatu kemunduran. Pasalnya, berbagai kasus yang telah ditangani Polda Maluku di bawah Brigjen Edi Darnadi bisa termentahkan kembali. "Apalagi, jika kemudian pejabat baru berlepas diri dari warisan tanggung jawab," kata Nursyirwan. (anf)

http://groups.yahoo.com/group/laskarjihad/message/609
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...