Nobel Perdamaian di Mata Aung San Suu Kyi

[imagetag]

TEMPO.CO, Oslo -- Pada 1991 lalu, pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian dari Komite Nobel Norwegia. Tapi Nobel itu tak langsung diterima Suu Kyi. Sebab dia tengah dikurung sebagai tahanan rumah oleh lawan politiknya. Pada 13 November 2010 Suu Kyi baru diizinkan menghirup udara bebas.

Kini, setelah 21 tahun, Suu Kyi baru mengambil Nobelnya itu, Sabtu 16 Juni 2012. Dalam penyerahan Nobel Perdamaian itu Aung San Suu Kyi memberikan sekelumit pidato.

Suu Kyi menceritakan,selama dikurung dalam tahanan rumah ia merasa dirinya tak lagi menjadi bagian dari dunia. Namun semua pikiran itu berubah ketika dia mendapat Nobel Perdamaian. "Nobel ini menarik saya kembali ke komunitas masyarakat luas," kata Suu Kyi.

Yang paling penting, Suu Kyi menuturkan, Nobel Perdamaian telah membuat dunia mengingat adanya perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia di Burma. "Kami tidak akan melupakannya," ujar dia.

Suu Kyi menganggap sikap mengacuhkan orang lain merupakan bibit peperangan. Akibatnya banyak anak muda yang potensinya terhamburkan begitu saja hanya karena perang. Selama bertahun-tahun Suu Kyi mencoba mencari jawaban atas perang, dia tak pernah menemukannya.
Kini dia merasa beruntung karena hidup di masa pencerahan. Kesejahteraan sosial dan bantuan kemanusiaan tidak lagi menjadi sebuah hal yang hanya diakui, tapi juga diperlukan.

"Yang diperlukan saat ini adalah menyempurnakan perdamaian dan mempertahankan kebaikan dari perdamaian itu," ujarnya.

Pada akhir pidato, Suu Kyi berharap tidak ada lagi pengungsi, tunawisma, atau orang-orang yang putus asa. Dia juga membayangkan suatu dunia tanpa rasa ketakutan dan saling bergandengan tangan untuk menciptakan perdamaian. "Sehingga tiap orang memiliki kebebasan dan kemampuan hidup dalam damai," kata dia.

=====

one prisoner of conscience is one too many
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...