Survei: DPR Tempat Orang Mencari Nafkah. Jadi Legislator Makin Mahal, minimal Rp 2M

[imagetag]

Survei: DPR Tempat Orang Mencari Nafkah
Rabu, 6 Juni 2012 17:13 wib

Ilustrasi (Foto: Dok Okezone)
JAKARTA - Soegeng Sarjadi Sydicate (SSS) melakukan survei di 33 provinsi untuk mengetahui persepsi publik tentang capres dam cawapres serta partai politik. Tak hanya itu, jajak pendapat juga dilakukan untuk mencari tahu persepsi publik tentang kinerja wakil rakyat di DPR.

Ada empat pertanyaan yang diajukan peneliti kepada 2.192 responden. Salah satunya, apakah para anggota DPR saat ini sekadar mencari nafkah atau menjalankan tugas sebagai wakil rakyat? Atas pertanyaan ini, sebanyak 1.367 atau 62,4 persen responden menilai anggota DPR bekerja hanya untuk mencari nafkah.

Hanya 466 responden yang masih mengakui anggota DPR menjalankan tugas wakil rakyat. Sementara, responden lainnya mengaku tidak tahu dan tidak menjawab.

Pertanyaan lainnya, yakni bagaimana Anda melihat DPR saat ini? Sebanyak 1.153 atau 52,8 persen responden menilai DPR sebagai tempat orang partai berkumpul, 638 atau 29,1 persen menjawab DPR sebagai tempat wakil rakyat kumpul. Sisanya mengaku tidak tahu dan tidak menjawab.

Peneliti SSS juga menyelipkan pertanyaan, apakah DPR boleh ikut campur dalam pengalokasian anggaran proyek dalam APBN melalui Badan Anggaran (Banggar)? 673 atau 30,7 persen persen responden menjawab boleh dan 622 responden menjawab tidak boleh. Sisanya mengaku tidak tahu dan tidak menjawab.

Responden juga menganggap lembaga legislatif itu masih sebagai lembaga paling korup dibandingkan lembaga lainnya. Itu menjawab pertanyaan lembaga apa yang paling korup? 1.030 atau 47 persen responden yang menilai lembaga DPR paling korup, disusul kantor pajak 21,4 persen, kepolisian 11,3 persen, partai politik 3,9 persen, Kejaksaan Agung 3,6 persen, layanan birokrasi 3,1 persen. Responden yang menganggap lembaga lainnya seperti kehakiman, Bank Indonesia, MK, BPK, DPD, KPK, MA, kepresidenan dan TNI melakukan korupsi di bawah tiga persen.

Hasil survei diumumkan oleh Koordinator Survei SSS Muhammad Dahlan di salah hotel mewah di Jakarta, Rabu (6/6/2012). Hadir dalam kesempatan tersebut Penasehat SSS, Soegeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad, Sekjen Partai Gerindra Fadli Zon, Politikus PKBN Yenny Wahid, Budayawan Radhar Panca Dahana dan mantan Ketua KY Jimly Asshiddiqie.

Survei dilakukan pada 14 hingga 24 Mei lalu. Penarikan sampel dilakukan dengan metode startified random sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka. Responden terdiri dari laki-laki sebesar 54,1 persen dan perempuan 45,9 persen. Latar belakang pendidikan responden yakni SD, SMP, SMU, Diploma dan universitas dan usia antara 17 hingga di atas 50 tahun.
http://news.okezone.com/read/2012/06...mencari-nafkah


Sekretaris Fraksi PKS-DPR:
Ingin Jadi Legislator, Siapkan Dana Rp 2 Miliar
Sabtu, 14 April 2012 10:33 wib

JAKARTA - Sekretaris fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Hakim berpendapat, dengan menggunakan sistem proporsional terbuka, otomatis ongkos politik akan membengkak. Bahkan, untuk memuluskan langkah menuju Senayan, setiap orang bisa mengeluarkan biaya Rp2 miliar, bila menggunakan sistem terbuka. "Implikasinya pada persoalan biaya pemilu. Secara individual per orang minimal Rp2 miliar," ujar Abdul Hakim dalam diskusi Polemik SINDO Radio bertema UU Pemilu Bikin Pilu, di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (14/04/2012).

Saat seseorang mengeluarkan biaya yang sedemikian besar, maka hal tersebut juga akan berdampak negatif setelah dia berhasil duduk di parlemen. Hal tersebut dapat menumbuhkan hasrat untuk korupsi. "Ini berimplikasi negatif saat mereka sudah jadi anggota parlemen. Dengan sistem pemilu tertutup jauh lebih baik," tambahnya.

Sementara itu, pengamat politik Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, tidak ada perubahan yang mendasar dalam UU Pemilu baru. Karena UU tersebut tidak berkaitan langsung dengan rakyat. "Yang dibahas ini lebih dari demokrasi prosedural. Bukan demokrasi substansial. Saya melihat tidak signifikan kemajuannya," tandasnya.
http://news.okezone.com/read/2012/04...ana-rp2-miliar

-------------

Perlu modal besar untuk menjadi anggota DPR, minimal Rp 2 miliar (kata orang DPR sendiri dari PKS). Maka kalau ongkos memperoleh 1 kursi DPR itu sedemikian mahalnya, wajarlah untuk masa 5 tahun jabatan di Gedung DPR Senayan itu, mereka harus berfikir keras untuk bisa kembali modal (mecapai BEP atau break event point). Tetapi gaji resmi ternyata tak banyak-banyak amatm sekitar Rp 50 jeti saja sebulannya atau sekitar Rp 0,6 miliar setahun. Kalau untuk mencicil 'investasi' Rp 2M yang sudah dikeluarkan dulu, separuh gaji di DPR itu yang dibayarkan, berarti diperlukan waktu minimal 40 bulan gaji sejak berdinas di DPR itu. Makanya bagi anggota DPR yang berfikir 'cerdas dan culas', akhirnya cari obyekan dengan status wakil rakyatnya itu, dan apalagi kalau tak melacurkan diri dengan mensahkan UU pesanan asing atau pengusaha dalam negeri atau Instansi pemerintah. Sehingga tak heran, puluhan UU yang lahir dari tangan-tangan anggota DPR itu, terindikasikan pro asing!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...